rehabilitasi dan perluasan jaringan pipa minyak dan gas,WA:082139125256
Jaringan Pipa Gas Dukung Pertumbuhan
Pemerintah perlu memberikan dukungan melalui kebijakan khusus pengalokasian gas
Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan ketersediaan infrastruktur berupa Jaringan pipa gas merupakan salah satu faktor yang mendukung pertumbuhan industri.
"Saya kira kalau perpipaan ada, industri akan otomatis tumbuh, sekarang tinggal bagaimana infrastruktur ini dibangun, oleh siapa, aturan apa harus diciptakan agar infrastrukturnya bisa berkembang," kata Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur Kemenperin dalam seminar "Keterbukaan Akses Energi untuk Industri Nasional" di Jakarta, Rabu (] 3/3).
Menurut Panggah, Indonesia memiliki cadangan gas yang cukup untuk memenuhi kebutuhan industri. Jika pasokan domestik tidak mencukupi, lanjutnya, pemerintah bisa mengimpor gas dari negara lain seperti halnya yang dilakukan Korea, Jepang atau China. "Jadi tidak ada masalah dari ketersediaan gas, karena di hilir pasti tumbuh, tinggal bagaimana jaringan pipa gas ini dibangun," katanya.
Panggah mengatakan semua pihak terkait saat ini harus bisa berpikir jangka panjang untuk sama-sama mendukung kepentingan nasional dan kepentingan bisnis operator pengelola energi. Menurut dia jika diserahkan ke operator pengelola energi, perusahaan biasanya hanya akan memikirkan untung-rugi yang didapat dari suatu investasi.
"Kalau diserahkan ke company level, itu itungannya sangat jangka pendek. Maka, mau tidak mau harus berpikir jangka panjang bagaimana hitungannya agar kepentihgan nasional dan bisnis bisa bertemu di infrastruktur," katanya.
Panggah mengatakan pihaknya dengan operator pengelola, seperti PT Pertamina Gas, harus duduk bersama untuk merumuskan kepentingan nasional terkait industri. "Dalam hal ini mencakup kepentingan industri untuk penyerapan tenaga kerja, perolehan devisa, juga pengadaan gas," ujarnya.
Direktur Utama PT Pertamina Gas (Pertagas) Gunung Sardjono Hadi mengusulkan pembentukan kornite khusus untuk mengawasi pelaksanaan inlegrasi infrastruktur gas dan penentuan harga gas optimal di Indonesia.
"Kami usulkan ada komite khusus yang di 'endorse' oleh pemerintah langsung untuk atasi masalah yang ada, karena DPR saat ini belum mampu atasi semua secara keseluruhan," kata Gunung di tempat yang sama.
Menurut dia, komite khusus itu diharapkan bisa menghasilkan kebijakan pertumbuhan industri yang dapat mendukung pemanfaatan gas untuk kebutuhan energi nasional serta meningkatkan daya saing industri gas. Nantinya, anggota komite itu akan terdiri atas perwakilan produsen gas, transporter, niaga, pengguna akhir, institusi finansial dan asosiasi terkait.
Pembentukan lembaga yang didukung pemerintah itu diharapkan bisa saling memberikan pemahaman antara pihak terkait yang selama ini seringkali tak seirama seperti Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan. Selain itu, Gunung menilai pentingnya memetakan dan mengenali kemampuan beli konsumen. Pemerintah, lanjutnya, juga perlu mengatur dan mengendalikan penjualan gas termasuk strategi harga untuk menjaga kepentingan pengguna akhir (end user) gas.
Gunung menambahkan pemerintah perlu memberikan dukungan melalui kebijakan khusus pengalokasian gas untuk menjamin ketersediaan gas yang akan dialirkan melalui pipa "open access." "Juga mempermudah investor dalam pembebasan lahan, serta melakukan koordinasi dan pengawasan pelaksanaan segmentasi jaringan distribusi gas," katanya.
Selain itu, Gunung juga menilai pemerintah perlu menetapkan tarif sementara yang berbasis volume dan investasi sebelum tarif permanen ditetapkan BPH Migas. Penetapan tarif sementara itu dinilai akan memudahkan investor dan calon shipper melakukan perhitungan bisnis.
Sementara DPR menyerahkan implementasi penggunaan jaringan pipa gas berskema akses terbuka kepada pemerintah sebagai regulator. Hal ini disampaikan Anggota Komisi VII DPR, Bobby Rizaldi.
Bobby mengatakan, solusi untuk merealisasikan open access pipa gas di Tanah Air harus dari pemerintah. Pasalnya, DPR telah menjalankan tugas legislasinya dengan cukup. "Sekarang tinggal regulasi," kata dia.
Perkara jaringan pipa gas memerlukan kebijakan yang jelas. Terdapat opsi, imbuh Bobby, pertama dengan memonopli sementara waktu hingga infrastrukturnya pipa gas besar dan menyeluruh. Setelah itu baru dibuka bagi pemilik gas lain untuk ikut mengalirkan gasnya. "Atau mau langsung sekarang dibuka. Itu semua kebijakannya ada di pemerintah," katanya.
Pengaturan open access pipa gas berada di tangan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) utamanya dalam menetapkan unbundling badan usaha pemilik pipa gas yang merangkap peran sebagai pengangkut (transporter) dan pegadang (trader) gas. Bobby mengaku, pihaknya mendukung penerapan open acces jaringan pipa gas. Namun seiring terbukanya penggunaan pipa bersama diperlukan pula komitmen untuk mengembangkan infrastruktur pipa dari pemilik gas lain.
"Kami maunya open access kalau si pelaku usaha memang mau menambah infrastruktur pipa gas juga. Kalau tidak maka yang menderita industri karena harga akan lebih tinggi," katanya. Dan agar tak terjadi monopoli dan transportasi gas oleh badan usaha pemilik jaringan pipa yang ada diperlukan peranan Badan Pengawas Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas)