Wa : 082139125256 Water Management and Management Waste Water Treatment Yogya, 17-18 Juli



WATER MANAGEMENT and MANAGEMENT WASTE WATER TREATMENT


Pengelolaan Limbah Cair Air limbah sebelum dilepas ke pembuangan akhir harus menjalani pengolahan terlebih dahulu. Untuk dapat melaksanakan pengolahan air limbah yang efektif diperlukan rencana pengelolaan yang baik. Adapun tujuan dari pengelolaan air limbah itu sendiri, antara lain : 1. Mencegah pencemaran pada sumber air rumah tangga. 2. Melindungi hewan dan tanaman yang hidup di dalam air. 3. Menghindari pencemaran tanah permukaan. 4. Menghilangkan tempat berkembangbiaknya bibit dan vektor penyakit. Sementara itu, sistem pengelolaan air limbah yang diterapkan harus memenuhi persyaratkan berikut : 1. Tidak mengakibatkan kontaminasi terhadap sumber-sumber air minum. 2. Tidak mengakibatkan pencemaran air permukaan. 3. Tidak menimbulkan pencemaran pada flora dan fauna yang hidup di air di dalam penggunaannya sehari-hari. 4. Tidak dihinggapi oleh vektor atau serangga yang menyebabkan penyakit. 5. Tidak terbuka dan harus tertutup. 6. Tidak menimbulkan bau atau aroma tidak sedap. (Chandra,2006) Pengolahan air limbah dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu : a) Secara Alami Pengolahan air limbah secara alamiah dapat dilakukan dengan pembuatan kolam stabilisasi. Dalam kolam stabilisasi, air limbah diolah secara alamiah untuk menetralisasi zat-zat pencemar sebelum air limbah dialirkan ke sungai. Kolam stabilisasi yang umum digunakan adalah kolam anaerobik, kolam fakultatif (pengolahan air limbah yang tercemar bahan organik pekat), dan kolam maturasi (pemusnahan mikroorganisme patogen). Karena biaya yang dibutuhkan murah, cara ini direkomendasikan untuk daerah tropis dan sedang berkembang. b) Secara Buatan Pengolahan air limbah dengan buantan alat dilakukan pada Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Pengolahan ini dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu primary treatment (pengolahan pertama), secondary treatment (pengolahan kedua), dan tertiary treatment (pengolahan lanjutan).  Primary treatment merupakan pengolahan pertama yang bertujuan untuk memisahkan zat padat dan zat cair dengan menggunakan filter (saringan) dan bak sedimentasi. Beberapa alat yang digunakan adalah saringan pasir lambat, saringan pasir cepat, saringan multimedia, percoal filter, mikrostaining, dan vacum filter.  Secondary treatment merupakan pengolahan kedua, bertujuan untuk mengkoagulasikan, menghilangkan koloid, dan menstabilisasikan zat organik dalam limbah. Pengolahan limbah rumah tangga bertujuan untuk mengurangi kandungan bahan organik, nutrisi nitrogen, dan fosfor. Penguraian bahan organik ini dilakukan oleh makhluk hidup secara aerobik (menggunakan oksigen) dan anaerobik (tanpa oksigen). Secara aerobik, penguraian bahan organik dilakukan mikroorganisme dengan bantuan oksigen sebagai electon acceptor dalam air limbah. Selain itu, aktivitas aerobik ini dilakukan dengan bantuan lumpur aktif (activated sludge) yang banyak mengandung bakteri pengurai. Hasil akhir aktivitas aerobik sempurna adalah CO2, uap air, dan excess sludge. Secara anaerobik, penguraian bahan organik dilakukan tanpa menggunakan oksigen. Hasil akhir aktivitas anaerobik adalah biogas, uap air, dan excess sludge.  Tertiary treatment merupakan lanjutan dari pengolahan kedua, yaitu penghilangan nutrisi atau unsur hara, khususnya nitrat dan posfat, serta penambahan klor untuk memusnahkan mikroorganisme patogen. Dalam pengolahan air limbah dapat dilakukan secara alami atau secara buatan, perlu dilakukan berbagai cara pengendalian antara lain menggunakan teknologi pengolahan limbah cair, teknologi peroses produksi, daur ulang, resure, recovery dan juga penghematan bahan baku dan energi . Agar dapat memenuhi baku mutu, industri harus menerapkan prinsip pengendalin limbah secara cermat dan terpadu baik di dalam proses produksi (in-pipe pollution prevention) dan setelah proses produksi (end-pipe pollution prevention). Pengendalian dalam proses produksi bertujuan untuk meminimalkan volume limbah yang ditimbulkan, juga konsentrasi dan toksisitas kontaminannya. Sedangkan pengendalian setelah proses produksi dimaksudkan untuk menurunkan kadar bahan pecencemar sehingga pada akhirnya air tersebut memenuhi baku mutu yang sudah ditetapkan. Tabel 4.1. Baku mutu Air Limbah Industri 4.2. Penggolongan Pengolahan Air Limbah Pengolahan air limbah dapat digolongkan menjadi tiga yaitu pengolahan secara fisika, kimia, biologi. Ketiga proses tersebut tidak selalu berjalan sendirisendiri tetapi kadang-kadang harus dilaksanakan secara kombinasi antara satu dengan yang lainnya. Ketiga proses tersebut yaitu ( Daryanto, 1995 ) ; 1. Pengolahan Secara Fisika Pengolahan ini terutama ditujukan untuk air limbah yang tidak larut (bersifat tersuspensi), atau dengan kata lain buangan cair yang mengandung padatan, sehingga menggunakan metode ini untuk pimisahan. Pada umumnya sebelum dilakukan pengolahan lanjutan terhadap air buangan diinginkan agar bahan-bahan tersuspensi berukuran besar dan mudah mengendap atau bahan-bahan yang mengapung mudah disisihkan terlebih dahulu. Proses flotasi banyak digunakan untuk menyisihkan bahanbahan yang mengapung seperti minyak dan lemak agar tidak mengganggu proses berikutnya (Tjokrokusumo, 1995). Bahan tersuspensi yang mudah mengendap dapat disisihkan secara mudah dengan proses pengendapan. Parameter desain yang utama untuk proses pengendapan ini adalah kecepatan mengendap partikel dan waktu detensi hidrolis di dalam bak pengendap. Pemisahan Cair - Padatan antara lain :  Penapisan  Presipitasi  Filtrasi  Flotasi  Filtrasi  Filter membran  Filtrasi lambat  Filtrasi cepat  Tipe bertekanan  Tipe gravitasi  Mikro filter  Ultra filter  Reverse osmosis  Dialisis elektris  Filtrasi precoat  Klarifier  Tipe resirkulasi berlumpur  Tipe pallet selimut lumpur  Tipe selimut lumpur  Tipe konvensional  Dewatering  Filter vacuum rotasi  Filter tekan/press  Belt press  Contrifugasi  Presipitasi sentrifugasi  Dehidrasi sentrifugas Proses flotasi banyak digunakan untuk menyisihkan bahan-bahan yang mengapung seperti minyak dan lemak agar tidak mengganggu proses pengolahan berikutnya. Flotasi juga dapat digunakan sebagai cara penyisihan bahan-bahan tersuspensi (clarification) atau pemekatan lumpur endapan (sludge thickening) dengan memberikan aliran udara ke atas (air flotation). Proses filtrasi di dalam pengolahan air buangan, biasanya dilakukan untuk mendahului proses adsorbsi atau proses reverse osmosisnya, akan dilaksanakan untuk menyisihkan sebanyak mungkin partikel tersuspensi dari dalam air agar tidak mengganggu proses adsorbsi atau menyumbat membran yang dipergunakan dalam proses osmosa. Proses adsorbsi, biasanya dengan karbon aktif, dilakukan untuk menyisihkan senyawa aromatik (misalnya: fenol) dan senyawa organik terlarut lainnya, terutama jika diinginkan untuk menggunakan kembali air buangan tersebut. Teknologi membran (reverse osmosis) biasanya diaplikasikan untuk unit- unit pengolahan kecil, terutama jika pengolahan ditujukan untuk menggunakan kembali air yang diolah. Biaya instalasi dan operasinya sangat 2. Pengolahan Secara Kimia Pengolahan secara kimia adalah proses pengolahan yang menggunakan bahan kimia untuk mengurangi konsentrasi zat pencemar dalam air limbah. Proses ini menggunakan reaksi kimia untuk mengubah air limbah yang berbahaya menjadi kurang berbahaya. Proses yang termasuk dalam pengolahan secara kimia adalah netralisasi, presipitasi, khlorinasi, koagulasi dan flokulasi. Pengolahan air buangan secara kimia biasanya dilakukan untuk menghilangkan partikel-partikel yang tidak mudah mengendap (koloid), logam-logam berat, senyawa phospor dan zat organik beracun, dengan membubuhkan bahan kimia tertentu yang diperlukan. Pengolahan secara kimia dapat memperoleh efisiensi yang tinggi akan tetapi biaya menjadi mahal karena memerlukan bahan kimia (Tjokrokusumo, 1995). Penyisihan bahan-bahan tersebut pada prinsipnya berlangsung melalui perubahan sifat bahan-bahan tersebut, yaitu dari tak dapat diendapkan menjadi mudah diendapkan (flokulasi-koagulasi), baik dengan atau tanpa reaksi oksidasi-reduksi, dan juga berlangsung sebagai hasil reaksi oksidasi. Pengolahan Kimia - Fisik antara lain :  Netralisasi  Penukar ion  Koagulasi & Flokulasi  Alumina aktif  Karbon aktif  Adsorbsi  Oksidasi dan/atau Reduksi  Aerasi  Ozonisasi  Elektrolisis  Oksidasi kimia/reduksi  UV  Resin penukar anion  Resin penukar kation  Resin penukar anion  Zeolite Pengendapan bahan tersuspensi yang tak mudah larut dilakukan dengan membubuhkan elektrolit yang mempunyai muatan yang berlawanan dengan muatan koloidnya agar terjadi netralisasi muatan koloid tersebut, sehingga akhirnya dapat diendapkan. Penyisihan logam berat dan senyawa fosfor dilakukan dengan membubuhkan larutan alkali (air kapur misalnya) sehingga terbentuk endapan hidroksida logam-logam tersebut atau endapan hidroksiapatit. Endapan logam tersebut akan lebih stabil jika pH air > 10,5 dan untuk hidroksiapatit pada pH > 9,5. Khusus untuk krom heksavalen, sebelum diendapkan sebagai krom hidroksida [Cr(OH)3], terlebih dahulu direduksi menjadi krom trivalent dengan membubuhkan reduktor (FeSO4, SO2, atau Na2S2O5). 3. Pengolahan Secara Biologis Semua polutan air yang biodegradable dapat diolah secara biologis, sebagai pengolahan sekunder, pengolahan secara biologis dipandang sebagai pengolahan yang paling murah dan efisien. Dalam beberapa dasawarsa telah dikembangkan berbagai metoda pengolahan biologis dengan segala modifikasinya (Tjokrokusumo, 1995). Pengolahan secara biologi adalah pengolahan air limbah dengan menggunakan mikroorganisme seperti ganggang, bakteri, protozoa, untuk menguraikan senyawa organik dalam air limbah menjadi senyawa yang sederhana. Pengolahan tersebut mempunyai tahapan seperti pengolahan secara aerob, anaerob dan fakultatif. Misalnya di dalam reaktor pertumbuhan lekat (Attached growth reactor), mikroorganisme tumbuh di atas media pendukung seperti pada batu kerikil, dengan membentuk lapisan film untuk melekatkan dirinya, oleh karena itu reaktor ini disebut juga sebagai bioreaktor film tetap. Berbagai modifikasi telah banyak dikembangkan selama ini antara lain : trickling filter, cakram biologi, filter terendam dan reaktor fludisasi. Seluruh modifikasi ini dapat menghasilkan efisiensi penurunan BOD sekitar 80% – 90%. Apabila BOD air buangan tidak melebihi 4000 mg/l, proses aerob masih dapat dianggap lebih ekonomis dari anaerob (Tjokrokusumo, 1995). Pengolahan air limbah secara biologis, antra lain bertujuan untuk menghilangkan bahan organik, anorganik, amoniak, dan posfat dengan bantuan mikroorganisme. Penggunaan saringan atau filter telah dikenal luas guna menangani air untuk keperluan industri dan rumah tangga, cara ini juga dapat diterapkan untuk pengolahan air limbah yaitu dengan memakai berbagai jenis media filter seperti pasir dan antrasit. Pada penggunaan sistem saringan anaerobik, media filter ditempatkan dalam suatu bak atau tangki dan air limbah yang akan disaring dilalukan dari arah bawah ke atas (Laksmi dan Rahayu, 1993). Tabel 4.2. Jenis peralatan dan proses pengolahan limbah cair 4.3. Pemilihan Teknologi Pengolahan Limbah Cair Pemilihan proses yang tepat didahului dengan mengelompokkan karakteristik kontaminan dalam air limbah dengan menggunakan indikator parameter yang sudah ditampilkan di tabel 1.2. Setelah kontaminan dikarakterisasikan, diadakan pertimbangan secara detail mengenai aspek ekonomi, aspek teknis, keamanan, kehandalan, dan kemudahan peoperasian. Pada akhirnya, teknologi yang dipilih haruslah teknologi yang tepat guna sesuai dengan karakteristik limbah yang akan diolah. Setelah pertimbangan- pertimbangan detail, perlu juga dilakukan studi kelayakan atau bahkan percobaan skala laboratorium yang bertujuan untuk : 1. Memastikan bahwa teknologi yang dipilih terdiri dari proses- proses yang sesuai dengan karakteristik limbah yang akan diolah. 2. Mengembangkan dan mengumpulkan data yang diperlukan untuk menentukan efisiensi pengolahan yang diharapkan. 3. Menyediakan informasi teknik dan ekonomi yang diperlukan untuk penerapan skala sebenarnya. 4.4. Sistem Pengolahan Limbah Cair Tujuan utama pengolahan air limbah ialah untuk mengurai kandungan bahan pencemar di dalam air terutama senyawa organik, padatan tersuspensi, mikroba patogen, dan senyawa organik yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme yang terdapat di alam. Bila dilihat dari tingkat perlakuan pengolahan air limbah maka sistem pengolahan limbah cair dikalisifikasikan menjadi ; Primary Treatment System, Secondary Treatment System, Tertiary Treatment System (lihat gambar 4.1) Gambar 4.1. Wastewater Treatment Setiap tingkatan treatmen terdiri pula atas sub- sub treatmen yang satu dengan lainnya berbeda, tergantung pada jenis parameter pencemar didalam limbah cair, volume limbah cair, dan kondisi fisik lingkungan . Ada beberapa proses yang dilalui air limbah agar limbah ini benar-benar bebas dari unsur pencemaran. Pada mulanya air limbah harus dibebaskan dari benda terapung atau padatan melayang. Untuk itu diperlukan treatment pendahuluan (pretreatmen). Pengolahan selanjutnya adalah mengendapkan partikel-partikel halus kemudian lagi menetralisasinya. Demikian tingkatan ini dilaksanakan sampai seluruh parameter pencemar dalam air buangan dapat dihilangkan. Pada gambar 4.2. memperlihatkan proses pengolahan permulaan yang sering pula didahuli denga pengolahan awal (pretreatment) atau pra perlakuan ; yang mana limbah cair dari sumber lewat (1) sanitary sewer, (2) pretreatmen,(3) primary treatment tanks, (4) aeration tanks, (5) secondary treatment tank, (6) disinfectant. 1. Pengolahan Awal (Pretreatment) Tahap pengolahan ini melibatkan proses fisik yang bertujuan untuk menghilangkan padatan tersuspensi dan minyak dalam aliran air limbah. Beberapa proses pengolahan yang berlangsung pada tahap ini ialah screen and grit removal, equalization and storage, serta oil separation. 2. Pengolahan Tahap Pertama (Primary Treatment) Pada dasarnya, pengolahan tahap pertama ini masih memiliki tujuan yang sama dengan pengolahan awal. Letak perbedaannya ialah pada proses yang berlangsung. Proses yang terjadi pada pengolahan tahap pertama ialah menghilangkan partikelartikel padat organik dan organik melalui proses fisika, yakni neutralization, chemical addition and coagulation, flotation, sedimentation, dan filtration . Sehingga partikel padat akan mengendap (disebut sludge) sedangkan partikel lemak dan minyak akan berada di atas/permukaan (disebut grease). Dengan adanya pengendapan ini, maka akan mengurangi kebutuhan oksigen pada proses pengolahan biologis berikutnya dan pengendapan yang terjadi adalah pengendapan secara grafitasi. Gambar 4.3. Primary Setting Tank 3. Aeration Teknik Pengolahan air limbah banyak ragamnya. Salah satu dari teknik Air limbah adalah proses lumpur aktif dengan aerasi oksigen murni. Pengolahan ini termasuk pengolahan biologi, karena menggunakan bantuan mikroorganisma pada proses pengolahannya. Cara Kerja alat ini adalah sebagai berikut : Air limbah setelah dilakukan penyaringan dan equalisasi dimasukkan kedalam bak pengendap awal untuk menurunkan suspended solid. Air limpasan dari bak pengendap awal dialirkan ke kolam aerasi melalui satu pipa dan dihembus dengan udara sehingga mikroorganisma bekerja menguraikan bahan organik yang ada di air limbah. Dari bak bak aerasi air limbah dialirkan ke bak pengendap akhir, lumpur diendapkan, sebagian lumpur dikembalikan ke kolam aerasi. Keuntungannya :  Daya larut oksigen dalam air limbah lebih besar;  Efisiensi proses lebih tinggi;  Dan cocok untuk pengolahan air limbah dengan debit kecil untuk polutan organik yang susah terdegradasi Gambar 4.4. Aeration tank 4.5. Teknologi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit Sampah dan limbah rumah sakit adalah semua sampah dan limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Secara umum sampah dan limbah rumah sakit dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu sampah atau limbah klinis dan non klinis baik padat maupun cair. Selain sampah klinis, dari kegiatan penunjang rumah sakit juga menghasilkan sampah non klinis atau dapat disebut juga sampah non medis. Sampah non medis ini bisa berasal dari kantor/administrasi kertas, unit pelayanan (berupa karton, kaleng, botol), sampah dari ruang pasien, sisa makanan buangan; sampah dapur (sisa pembungkus, sisa makanan/bahan makanan, sayur dan lain-lain). Limbah cair yang dihasilkan rumah sakit mempunyai karakteristik tertentu baik fisik, kimia dan biologi. Limbah rumah sakit bisa mengandung bermacam-macam mikroorganisme, tergantung pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang dan jenis sarana yang ada (laboratorium, klinik dan lain-lain). Tentu saja dari jenis-jenis mikroorganisme tersebut ada yang bersifat pathogen. Limbah rumah sakit seperti halnya limbah lain akan mengandung bahan-bahan organik dan anorganik, yang tingkat kandungannya dapat ditentukan dengan uji air kotor pada umumnya seperti BOD, COD, pH, mikrobiologik, dan lain-lain Pengolalaan limbah rumah sakit yang sudah lama diupayakan dengan menyiapkan perangkat lunaknya yang berupa peraturan-peraturan, pedoman-pedoman dan kebijakan-kebijakan yang mengatur pengolahan dan peningkatan kesehatan di lingkungan rumah sakit. Disamping peraturan-peraturan tersebut secara bertahap dan berkesinambungan Departemen Kesehatan terus mengupayakan dan menyediakan dana untuk pembangunan ini instalasi pengolalaan limbah rumah sakit melalui anggaran pembangunan maupun dari sumber bantuan dana dan lainnya. Dengan demikian sampai saat ini sebagai rumah sakit pemerintah telah dilengkapi dengan fasilitas pengolalaan limbah, meskipun perlu untuk disempurakan. Namun disadari bahwa pengolalaan rumah sakit masih perlu ditingkatkan permasyarakatan terutama di lingkungan masyarakat rumah sakit. Kualitas limbah ( efluen ) rumah sakit yang akan dibuang ke badan air atau lingkungan harus memenuhi persyaratan baku mutu efluen sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor KEP-58/MEN- LH/12/1995 atau peraturan daerah setempat. (Asmadi, 2012 ) 1. Tata Laksana Pengelolaan Limbah Medis Limbah cair harus dikumpulkan dalam container yang sesuai dengan karakteristik bahan kimia dan radiologi, volume, dan prosedur penanganan dan penyimpanannya. a) Saluran pembuangan limbah harus menggunakan sistem saluran tertutup, kedap air, dan limbah harus mengalir dengan lancar, serta terpisah dengan saluran air hujan. b) Rumah sakit harus memiliki instalasi pengolahan limbah cair sendiri atau bersama-sama secara kolektif dengan bangunan di sekitarnya yang memenuhi persyaratan teknis, apabila belum ada atau tidak terjangkau sistem pengolahan air limbah perkotaan. c) Perlu dipasang alat pengukur debit limbah cair untuk mengetahui debit harian limbah yang dihasilkan. d) Air limbah dari dapur harus dilengkapi penangkap lemak dan saluran air limbah harus dilengkapi/ditutup dengan gril. e) Air limbah yang berasal dari laboratorium harus diolah di IPAL bila tidak mempunyai IPAL harus dikelola sesuai kebutuhan yang berlaku melalui kerjasama dengan pihak lain atau pihak yang berwenang. f) Frekuensi pemeriksaan kualitas limbah cair terolah (efluent) dilakukan setiap bulan sekali untuk swapantau dan minimal 3 bulan sekali uji petik sesuai dengan ketentuan yang berlaku. g) Rumah sakit yang menghasilkan limbah cair yang mengandung atau terkena zat radioaktif, pengolalaannya dilakukan sesuai ketentuan BATAN ( Badan Tenaga Atom Nasional ). h) Parameter radioaktif diberlakukan bagi rumah sakit sesuai dengan bahan radioaktif yang dipergunakan oleh rumah sakit rumah sakit yang bersangkutan. 2. Pengolahan limbah cair rumah sakit Limbah cair yang dihasilkan dari sebuah rumah sakit umumnya banyak mengandung bakteri, virus, senyawa kimia, dan obat-obatan yang dapat membahayakan bagi kesehatan masyarakat sekitar rumah sakit, limbah dari laboratorium paling perlu diwaspadai. Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam proses uji laboratorium tidak bisa diuraikan hanya dengan aerasi atau activated sludge. Guna meningkatkan mutu lingkungan dan sanitasi di rumah sakit atau tempattempat umum lainnya maka perlu dibuatkan IPAL yang baik dan teruji prosesnya. Dengan proses yang baik diharapkan mutu air limbah yang dikeluarkan oleh rumah sakit dapat mencapai standar yang ditetapkan oleh KEP No.58/MENLH/12/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Rumah Sakit. Untuk mempercepat proses penguraian senyawa polutan atau memperpendek waktu tinggal dapat juga dilakukan proses aerasi. Salah satu contoh proses pengolahan air limbah dengan cara ini adalah kolam aerasi atau kolam stabilisasi ( stabilization pond ). 3. Teknologi Proses Pengolahan Air Limbah Rumah Sakit Teknologi proses pengolahan air limbah digunakan untuk mengolah air limbah rumah sakit pada dasarnya hampir sama dengan teknologi proses pengolahan untuk air limbah yang mengandung polutan organik lainnya. Pemilihan jenis proses yang digunakan harus memperhatikan beberapa faktor antara lain yakni kualitas limbah dan kualitas air hasil olahan yang diharapkan, jumlah air limbah, lahan yang tersedia dan yang tak kalah penting yakni sumber energi yang tersedia. Beberapa teknologi proses pengolahan air limbah rumah sakit yang sering digunakan yakni antara lain : proses lumpur aktif ( activated sludge process ), RBC , proses aerasi kontak ( contact aeration process ), proses pengolahan dengan biofilter “ Up Flow “, serta proses pengolahan dengan system “ biofilter anaerobaerob “.(Asmadi, 2012 ) 4. Sistem Pengolahan Limbah Cair Di Rumah Sakit Sistem pengolahan limbah cair di rumah sakit terdiri dari tiga jenis, yaitu sistem tangki septic, sistem biologi aerobic, dan sistem biologi anaerobic. Sistem tangki septic Tangki septic digunakan untuk menampung dan mengolah air limbah yang berasal dari wc, kamar mandi, ruang bersalin, ruang perawatan, dan lain-lain. Sebaiknya limbah cair medis dan limbah cair nonmedis dipisahkan dengan mempergunakan sewerage system untuk memudahkan pengelolaannya dan agar tidak mencemari lingkungan. Sistem biologi aerobic Sistem biologi aerobic yang dapat digunakan untuk limbah rumah sakit adalah sistem waste oxidation ditch treatment ( kolam oksidasi air limbah ). Sistem ini digunakan untuk mengolah air limbah dari rumah sakit yang terletak di tengah kota karena tidak memerlukan lahan yang luas. Kolam oksidasiya sendiri dibuat bulat atau elips. Dalam sistem ini, air limbah dialirkan secara berputar ke kolam-kolam oksidasi agar ada kesempatan lebih lama berkontak dengan oksigen dari udara. Setelah itu, air limbah dialirkan ke dalam sedimentation tank untuk pengendapan benda-benda padat atau lumpur lainnya. Air yang sudah tampak jernih dialirkan ke bak khlorinasi sebelum dibuang ke dalam sungai atau badan air lainnya. Lumpur yang mengendap diambildan dikeringkan pada sludge drying bed. Ada beberapa komponen di dalam system kolam oksidasi ini, antara lain pump ( pompa air kotor) , oxidation ditch ( kolam oksidasi ), sedimentation tank ( bak pengedapan ), chlorination tank ( bak khlorinasi ), sludge drying bed ( tempat mengeringkan lumpur, biasanya 1-2 petak ), dan control room ( ruang pengendali). Sistem biologi anaerobic Terdapat dua sistem biologi anaerobik yang dapat digunakan untuk membuang atau memusnahkan limbah rumah sakit, antara lain : a. Waste stabilization pond system ( kolam stabilisasi air limbah ) Sistem ini memerlukan lahan luas dan biasanya dianjurkan untuk rumah sakit diluar kota yang masih memiliki lahan yang luas. Sistem kolam stabilisasi air limbah terdiri dari bagian-bagian yang cukup sederhana, yaitu sump pump, stabilization pond ( biasanya 2 ), bak khlorinasi, control room, inlet, interconnection antara 2 kolam stabilisasi, dan outlet dari kolam stabilisasi menuju sistem khlorinasi. b. Anaerobic filter treatment system Sistem pengolahan air limbah ini dilakukan dengan memanfaatkan proses pembusukan anaerobik melalui suatu filter. Disini, air limbah sebelumnya telah menjalani pra-pengolahan septik tank. Dari proses ini biasanya akan dihasilkan efluent yang mengandung zat-zat asam organik yang memerlukan klor lebih banyak untuk proses oksidasinya. Dengan demikian, sebelum dialirkan ke dalam bak khlorinasi, effluent ditampung dahulu dalam bak stabilisasi untuk memberikan kesempatan oksidasi zatzat tersebut di atas, sehingga jumlah klorin yang dibutuhkan pada proses khlorinasi berkurang. (Chandra,2006 ) 5. Dampak Limbah Rumah Sakit Dampak pembuangan air limbah Air limbah yang tidak menjalani pengolahan yang benar tentunya dapat menimbulkan dampak yang tidak diinginkan. Dampak tersebut, antara lain : 1. Kontaminasi dan pencemaran pada air permukaan dan badan-badan air yang digunakan oleh manusia. 2. Mengganggu kehidupan dalam air, mematikan hewan dan tumbuhan air. 3. Menimbulkan bau ( sebagai hasil dekomposisi zat anaerobik dan zat anorganik). 4. Menghasilkan lumpur yang dapat mengakibatkan pendangkalan air sehingga terjadi penyumbatan yang dapat menimbulkan banjir. (Chandra,2006 ) 6. Dampak Limbah Medis Pada Kesehatan Masyarakat Limbah yang dihasilkan rumah sakit dapat membahayakan kesehatan masyarakat, yaitu limbah berupa virus dan kuman yang berasal dari laboratorium virologi dan mikrobiologi yang sampai saat ini belum ada alat penangkalnya sehingga sulit untuk dideteksi. Limbah cair dan limbah padat yang berasal dari rumah sakit dapat berfungsi sebagai media penyebaran gangguan atau penyakit bagi para petugas, penderita maupun masyarakat. Gangguan tersebut dapat berupa pencemaran udara, pencemaran air, tanah, pencemaran makanan dan minuman. Pencemaran tersebut merupakan agen-agen kesehatan lingkungan yang dapat mempunyai dampak besar terhadap manusia. Limbah rumah sakit, khususnya limbah medis yang infeksius, belum dikelola dengan baik. Sebagian besar pengelolaan limbah infeksius disamakan dengan limbah noninfeksius. Selain itu, kerap bercampur limbah medis dan nonmedis. Pencampuran tersebut justru memperbesar permasalahan lombah medis. Limbah rumah sakit bisa mengandung bermacam-macam mikroorganisme bergantung pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang. Limbah cair rumah sakit dapat mengandung bahan organik dan anorganik yang umumnya diukur dan parameter BOD,COD,TSS, dan lain-lain. Sedangkan limbah padat rumah sakit terdiri atas sampah mudah membusuk, sampah mudah terbakar, dan lain-lain. Limbah medis tersebut kemungkinan besar mengandung mikroorganisme pathogen atau bahan kimia beracun berbahaya yang menyebabkan penyakit infeksi dan dapat tersebar ke lingkungan rumah sakit yang disebabkan oleh teknik pelayanan kesehatan yang kurang memadai, kesalahan penanganan bahan-bahan terkontaminasi dan peralatan, serta penyediaan dan pemeliharaan sarana sanitasi yang masih buruk. Ada beberapa kelompok masyarakat yang mempunyai resiko untuk mendapat gangguan karena buangan rumah sakit. Pertama, pasien yang datang ke rumah sakit untuk memperoleh pertolongan pengobatan dan perawatan rumah sakit. Kelompok ini merupakan kelompok yang paling rentan. Kedua, karyawan rumah sakit dalam melaksanakan tugas sehari-harinya selalu kontak dengan orang sakit yang merupakan sumber agen penyakit. Ketiga, pengunjung/pengantar orang sakit yang berkunjung ke rumah sakit, resiko terkena gangguan kesehatan akan semakin besar. Keempat, masyarakat yang bermukim di sekitar rumah sakit, lebih-lebih lagi bila rumah sakit membuang hasil buangan rumah sakit tidak sebagaimana mestinya ke lingkungan sekitarnya. Akibatnya adalah mutu lingkungan menjadi turun kualitasnya, dengan akibat lanjutannya adalah mmenurunnya derajat kesehatan masyarakat di lingkungan tersebut. Oleh karena itu, rumah sakit wajib melaksanakan pengelolaan buangan rumah sakit yang baik dan benar dengan melaksanakan kegiatan sanitasi rumah sakit. 7. Dampak negatif pengelolaan limbah rumah sakit terhadap lingkungan Dampak yang ditimbulkan limbah rumah sakit akibat pengelolaannya yang tidak baik atau tidak saniter terhadap lingkungan dapat berupa : a. Merosotnya mutu lingkungan rumah sakit yang dapat mengganggu dan menimbulkan masalah kesehatan bagi masyarakat yang tinggal di lingkungan rumah sakit maupun masyarakat luar. b. Limbah medis yang mengandung berbagai macam bahan kimia beracun, buangan yang terkena kontaminasi serta benda-benda tajam dapat menimbulkan gangguan kesehatan berupa kecelakaan akibat kerja atau penyakit akibat kerja. c. Limbah medis yang berupa partikel debu dapat menimbulkan pencemaran udara yang akan menyebabkan kuman penyakit menyebar dan mengkontaminasi peralatan medis ataupun peralatan yang ada. d. Pengelolaan limbah medis yang kurang baik akan menyebabkan estetika lingkungan yang kurang sedap dipandang sehingga mengganggu kenyamanan pasien, petugas, pengunjung serta masyarakat sekitar. Limbah cair yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan pencemaran terhadap sumber air (permukaan tanah) atau lingkungan dan mejadi media tempat berkembangbiaknya mikroorganisme pathogen, serangga yang dapat menjadi transmisi penyakit terutama kholera, disentri, Thypus abdominalis. (Asmadi, 2012)

Postingan Populer