Wa : 082139125256 Water Management and Management Waste Water Treatment Yogya, 17-18 Juli
WATER MANAGEMENT and MANAGEMENT WASTE WATER TREATMENT
Pengelolaan Limbah Cair
Air limbah sebelum dilepas ke pembuangan akhir harus menjalani
pengolahan terlebih dahulu. Untuk dapat melaksanakan pengolahan air
limbah yang efektif diperlukan rencana pengelolaan yang baik. Adapun
tujuan dari pengelolaan air limbah itu sendiri, antara lain :
1. Mencegah pencemaran pada sumber air rumah tangga.
2. Melindungi hewan dan tanaman yang hidup di dalam air.
3. Menghindari pencemaran tanah permukaan.
4. Menghilangkan tempat berkembangbiaknya bibit dan vektor penyakit.
Sementara itu, sistem pengelolaan air limbah yang diterapkan harus
memenuhi persyaratkan berikut :
1. Tidak mengakibatkan kontaminasi terhadap sumber-sumber air minum.
2. Tidak mengakibatkan pencemaran air permukaan.
3. Tidak menimbulkan pencemaran pada flora dan fauna yang hidup di air
di dalam penggunaannya sehari-hari.
4. Tidak dihinggapi oleh vektor atau serangga yang menyebabkan penyakit.
5. Tidak terbuka dan harus tertutup.
6. Tidak menimbulkan bau atau aroma tidak sedap. (Chandra,2006)
Pengolahan air limbah dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :
a) Secara Alami
Pengolahan air limbah secara alamiah dapat dilakukan dengan
pembuatan kolam stabilisasi. Dalam kolam stabilisasi, air limbah
diolah secara alamiah untuk menetralisasi zat-zat pencemar sebelum
air limbah dialirkan ke sungai. Kolam stabilisasi yang umum
digunakan adalah kolam anaerobik, kolam fakultatif (pengolahan air
limbah yang tercemar bahan organik pekat), dan kolam maturasi
(pemusnahan mikroorganisme patogen). Karena biaya yang
dibutuhkan murah, cara ini direkomendasikan untuk daerah tropis
dan sedang berkembang.
b) Secara Buatan
Pengolahan air limbah dengan buantan alat dilakukan pada Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL). Pengolahan ini dilakukan melalui tiga
tahapan, yaitu primary treatment (pengolahan pertama), secondary
treatment (pengolahan kedua), dan tertiary treatment (pengolahan
lanjutan). Primary treatment merupakan pengolahan pertama yang
bertujuan untuk memisahkan zat padat dan zat cair dengan
menggunakan filter (saringan) dan bak sedimentasi. Beberapa
alat yang digunakan adalah saringan pasir lambat, saringan pasir
cepat, saringan multimedia, percoal filter, mikrostaining, dan
vacum filter. Secondary treatment merupakan pengolahan kedua, bertujuan
untuk mengkoagulasikan, menghilangkan koloid, dan
menstabilisasikan zat organik dalam limbah. Pengolahan limbah
rumah tangga bertujuan untuk mengurangi kandungan bahan
organik, nutrisi nitrogen, dan fosfor. Penguraian bahan organik
ini dilakukan oleh makhluk hidup secara aerobik (menggunakan
oksigen) dan anaerobik (tanpa oksigen). Secara aerobik,
penguraian bahan organik dilakukan mikroorganisme dengan
bantuan oksigen sebagai electon acceptor dalam air limbah.
Selain itu, aktivitas aerobik ini dilakukan dengan bantuan lumpur
aktif (activated sludge) yang banyak mengandung bakteri
pengurai. Hasil akhir aktivitas aerobik sempurna adalah CO2,
uap air, dan excess sludge. Secara anaerobik, penguraian bahan
organik dilakukan tanpa menggunakan oksigen. Hasil akhir
aktivitas anaerobik adalah biogas, uap air, dan excess sludge. Tertiary treatment merupakan lanjutan dari pengolahan kedua,
yaitu penghilangan nutrisi atau unsur hara, khususnya nitrat
dan posfat, serta penambahan klor untuk memusnahkan
mikroorganisme patogen. Dalam pengolahan air limbah dapat
dilakukan secara alami atau secara buatan, perlu dilakukan
berbagai cara pengendalian antara lain menggunakan teknologi
pengolahan limbah cair, teknologi peroses produksi, daur ulang,
resure, recovery dan juga penghematan bahan baku dan energi .
Agar dapat memenuhi baku mutu, industri harus menerapkan
prinsip pengendalin limbah secara cermat dan terpadu baik di
dalam proses produksi (in-pipe pollution prevention) dan setelah
proses produksi (end-pipe pollution prevention). Pengendalian
dalam proses produksi bertujuan untuk meminimalkan volume
limbah yang ditimbulkan, juga konsentrasi dan toksisitas
kontaminannya. Sedangkan pengendalian setelah proses
produksi dimaksudkan untuk menurunkan kadar bahan
pecencemar sehingga pada akhirnya air tersebut memenuhi baku
mutu yang sudah ditetapkan.
Tabel 4.1. Baku mutu Air Limbah Industri
4.2. Penggolongan Pengolahan Air Limbah
Pengolahan air limbah dapat digolongkan menjadi tiga yaitu pengolahan
secara fisika, kimia, biologi. Ketiga proses tersebut tidak selalu berjalan
sendirisendiri tetapi kadang-kadang harus dilaksanakan secara kombinasi
antara satu dengan yang lainnya. Ketiga proses tersebut yaitu ( Daryanto,
1995 ) ;
1. Pengolahan Secara Fisika
Pengolahan ini terutama ditujukan untuk air limbah yang tidak larut
(bersifat tersuspensi), atau dengan kata lain buangan cair yang
mengandung padatan, sehingga menggunakan metode ini untuk
pimisahan.
Pada umumnya sebelum dilakukan pengolahan lanjutan terhadap air
buangan diinginkan agar bahan-bahan tersuspensi berukuran besar dan
mudah mengendap atau bahan-bahan yang mengapung mudah disisihkan
terlebih dahulu. Proses flotasi banyak digunakan untuk menyisihkan
bahanbahan yang mengapung seperti minyak dan lemak agar tidak
mengganggu proses berikutnya (Tjokrokusumo, 1995).
Bahan tersuspensi yang mudah mengendap dapat disisihkan secara
mudah dengan proses pengendapan. Parameter desain yang utama untuk
proses pengendapan ini adalah kecepatan mengendap partikel dan waktu
detensi hidrolis di dalam bak pengendap.
Pemisahan Cair - Padatan antara lain : Penapisan
Presipitasi Filtrasi Flotasi Filtrasi Filter membran
Filtrasi lambat Filtrasi cepat Tipe bertekanan
Tipe gravitasi Mikro filter Ultra filter Reverse osmosis
Dialisis elektris
Filtrasi precoat Klarifier Tipe resirkulasi berlumpur
Tipe pallet selimut lumpur Tipe selimut lumpur Tipe konvensional Dewatering
Filter vacuum rotasi Filter tekan/press
Belt press
Contrifugasi Presipitasi sentrifugasi Dehidrasi sentrifugas
Proses flotasi banyak digunakan untuk menyisihkan bahan-bahan yang
mengapung seperti minyak dan lemak agar tidak mengganggu proses
pengolahan berikutnya. Flotasi juga dapat digunakan sebagai cara
penyisihan bahan-bahan tersuspensi (clarification) atau pemekatan
lumpur endapan (sludge thickening) dengan memberikan aliran udara ke
atas (air flotation).
Proses filtrasi di dalam pengolahan air buangan, biasanya dilakukan untuk
mendahului proses adsorbsi atau proses reverse osmosisnya, akan
dilaksanakan untuk menyisihkan sebanyak mungkin partikel tersuspensi
dari dalam air agar tidak mengganggu proses adsorbsi atau menyumbat
membran yang dipergunakan dalam proses osmosa.
Proses adsorbsi, biasanya dengan karbon aktif, dilakukan untuk
menyisihkan senyawa aromatik (misalnya: fenol) dan senyawa organik
terlarut lainnya, terutama jika diinginkan untuk menggunakan kembali air
buangan tersebut.
Teknologi membran (reverse osmosis) biasanya diaplikasikan untuk unit- unit pengolahan kecil, terutama jika pengolahan ditujukan untuk
menggunakan kembali air yang diolah. Biaya instalasi dan operasinya
sangat
2. Pengolahan Secara Kimia
Pengolahan secara kimia adalah proses pengolahan yang menggunakan
bahan kimia untuk mengurangi konsentrasi zat pencemar dalam air
limbah. Proses ini menggunakan reaksi kimia untuk mengubah air limbah
yang berbahaya menjadi kurang berbahaya. Proses yang termasuk dalam
pengolahan secara kimia adalah netralisasi, presipitasi, khlorinasi,
koagulasi dan flokulasi.
Pengolahan air buangan secara kimia biasanya dilakukan untuk
menghilangkan partikel-partikel yang tidak mudah mengendap (koloid),
logam-logam berat, senyawa phospor dan zat organik beracun, dengan
membubuhkan bahan kimia tertentu yang diperlukan. Pengolahan secara
kimia dapat memperoleh efisiensi yang tinggi akan tetapi biaya menjadi
mahal karena memerlukan bahan kimia (Tjokrokusumo, 1995).
Penyisihan bahan-bahan tersebut pada prinsipnya berlangsung melalui
perubahan sifat bahan-bahan tersebut, yaitu dari tak dapat diendapkan
menjadi mudah diendapkan (flokulasi-koagulasi), baik dengan atau tanpa
reaksi oksidasi-reduksi, dan juga berlangsung sebagai hasil reaksi
oksidasi.
Pengolahan Kimia - Fisik antara lain : Netralisasi Penukar ion
Koagulasi & Flokulasi Alumina aktif Karbon aktif Adsorbsi Oksidasi dan/atau Reduksi Aerasi Ozonisasi Elektrolisis
Oksidasi kimia/reduksi UV
Resin penukar anion
Resin penukar kation
Resin penukar anion
Zeolite
Pengendapan bahan tersuspensi yang tak mudah larut dilakukan dengan
membubuhkan elektrolit yang mempunyai muatan yang berlawanan
dengan muatan koloidnya agar terjadi netralisasi muatan koloid tersebut,
sehingga akhirnya dapat diendapkan. Penyisihan logam berat dan senyawa
fosfor dilakukan dengan membubuhkan larutan alkali (air kapur misalnya)
sehingga terbentuk endapan hidroksida logam-logam tersebut atau
endapan hidroksiapatit. Endapan logam tersebut akan lebih stabil jika pH
air > 10,5 dan untuk hidroksiapatit pada pH > 9,5. Khusus untuk krom
heksavalen, sebelum diendapkan sebagai krom hidroksida [Cr(OH)3],
terlebih dahulu direduksi menjadi krom trivalent dengan membubuhkan
reduktor (FeSO4, SO2, atau Na2S2O5).
3. Pengolahan Secara Biologis
Semua polutan air yang biodegradable dapat diolah secara biologis, sebagai
pengolahan sekunder, pengolahan secara biologis dipandang sebagai
pengolahan yang paling murah dan efisien. Dalam beberapa dasawarsa
telah dikembangkan berbagai metoda pengolahan biologis dengan segala
modifikasinya (Tjokrokusumo, 1995).
Pengolahan secara biologi adalah pengolahan air limbah dengan
menggunakan mikroorganisme seperti ganggang, bakteri, protozoa, untuk
menguraikan senyawa organik dalam air limbah menjadi senyawa yang
sederhana. Pengolahan tersebut mempunyai tahapan seperti pengolahan
secara aerob, anaerob dan fakultatif.
Misalnya di dalam reaktor pertumbuhan lekat (Attached growth reactor),
mikroorganisme tumbuh di atas media pendukung seperti pada batu
kerikil, dengan membentuk lapisan film untuk melekatkan dirinya, oleh
karena itu reaktor ini disebut juga sebagai bioreaktor film tetap. Berbagai
modifikasi telah banyak dikembangkan selama ini antara lain : trickling
filter, cakram biologi, filter terendam dan reaktor fludisasi. Seluruh
modifikasi ini dapat menghasilkan efisiensi penurunan BOD sekitar 80% – 90%. Apabila BOD air buangan tidak melebihi 4000 mg/l, proses aerob
masih dapat dianggap lebih ekonomis dari anaerob (Tjokrokusumo, 1995).
Pengolahan air limbah secara biologis, antra lain bertujuan untuk
menghilangkan bahan organik, anorganik, amoniak, dan posfat dengan
bantuan mikroorganisme.
Penggunaan saringan atau filter telah dikenal luas guna menangani air
untuk keperluan industri dan rumah tangga, cara ini juga dapat diterapkan
untuk pengolahan air limbah yaitu dengan memakai berbagai jenis media
filter seperti pasir dan antrasit. Pada penggunaan sistem saringan
anaerobik, media filter ditempatkan dalam suatu bak atau tangki dan air
limbah yang akan disaring dilalukan dari arah bawah ke atas (Laksmi dan
Rahayu, 1993). Tabel 4.2. Jenis peralatan dan proses pengolahan limbah cair
4.3. Pemilihan Teknologi Pengolahan Limbah Cair
Pemilihan proses yang tepat didahului dengan mengelompokkan
karakteristik kontaminan dalam air limbah dengan menggunakan
indikator parameter yang sudah ditampilkan di tabel 1.2. Setelah
kontaminan dikarakterisasikan, diadakan pertimbangan secara
detail mengenai aspek ekonomi, aspek teknis, keamanan,
kehandalan, dan kemudahan peoperasian. Pada akhirnya, teknologi
yang dipilih haruslah teknologi yang tepat guna sesuai dengan
karakteristik limbah yang akan diolah. Setelah pertimbangan- pertimbangan detail, perlu juga dilakukan studi kelayakan atau
bahkan percobaan skala laboratorium yang bertujuan untuk :
1. Memastikan bahwa teknologi yang dipilih terdiri dari proses- proses yang sesuai dengan karakteristik limbah yang akan diolah.
2. Mengembangkan dan mengumpulkan data yang diperlukan
untuk menentukan efisiensi pengolahan yang diharapkan.
3. Menyediakan informasi teknik dan ekonomi yang diperlukan
untuk penerapan skala sebenarnya.
4.4. Sistem Pengolahan Limbah Cair
Tujuan utama pengolahan air limbah ialah untuk mengurai kandungan
bahan pencemar di dalam air terutama senyawa organik, padatan
tersuspensi, mikroba patogen, dan senyawa organik yang tidak dapat
diuraikan oleh mikroorganisme yang terdapat di alam. Bila dilihat dari
tingkat perlakuan pengolahan air limbah maka sistem pengolahan limbah
cair dikalisifikasikan menjadi ; Primary Treatment System, Secondary
Treatment System, Tertiary Treatment System (lihat gambar 4.1)
Gambar 4.1. Wastewater Treatment
Setiap tingkatan treatmen terdiri pula atas sub- sub treatmen yang satu
dengan lainnya berbeda, tergantung pada jenis parameter pencemar
didalam limbah cair, volume limbah cair, dan kondisi fisik lingkungan . Ada
beberapa proses yang dilalui air limbah agar limbah ini benar-benar bebas
dari unsur pencemaran. Pada mulanya air limbah harus dibebaskan dari
benda terapung atau padatan melayang. Untuk itu diperlukan treatment
pendahuluan (pretreatmen). Pengolahan selanjutnya adalah
mengendapkan partikel-partikel halus kemudian lagi menetralisasinya.
Demikian tingkatan ini dilaksanakan sampai seluruh parameter pencemar
dalam air buangan dapat dihilangkan.
Pada gambar 4.2. memperlihatkan proses pengolahan permulaan yang
sering pula didahuli denga pengolahan awal (pretreatment) atau pra
perlakuan ; yang mana limbah cair dari sumber lewat (1) sanitary sewer,
(2) pretreatmen,(3) primary treatment tanks, (4) aeration tanks, (5)
secondary treatment tank, (6) disinfectant. 1. Pengolahan Awal (Pretreatment)
Tahap pengolahan ini melibatkan proses fisik yang bertujuan untuk
menghilangkan padatan tersuspensi dan minyak dalam aliran air
limbah. Beberapa proses pengolahan yang berlangsung pada tahap ini
ialah screen and grit removal, equalization and storage, serta oil
separation.
2. Pengolahan Tahap Pertama (Primary Treatment)
Pada dasarnya, pengolahan tahap pertama ini masih memiliki tujuan
yang sama dengan pengolahan awal. Letak perbedaannya ialah pada
proses yang berlangsung. Proses yang terjadi pada pengolahan tahap
pertama ialah menghilangkan partikelartikel padat organik dan organik
melalui proses fisika, yakni neutralization, chemical addition and
coagulation, flotation, sedimentation, dan filtration . Sehingga partikel
padat akan mengendap (disebut sludge) sedangkan partikel lemak dan
minyak akan berada di atas/permukaan (disebut grease). Dengan
adanya pengendapan ini, maka akan mengurangi kebutuhan oksigen
pada proses pengolahan biologis berikutnya dan pengendapan yang
terjadi adalah pengendapan secara grafitasi.
Gambar 4.3. Primary Setting Tank
3. Aeration
Teknik Pengolahan air limbah banyak ragamnya. Salah satu dari teknik
Air limbah adalah proses lumpur aktif dengan aerasi oksigen murni.
Pengolahan ini termasuk pengolahan biologi, karena menggunakan
bantuan mikroorganisma pada proses pengolahannya. Cara Kerja alat
ini adalah sebagai berikut : Air limbah setelah dilakukan penyaringan
dan equalisasi dimasukkan kedalam bak pengendap awal untuk
menurunkan suspended solid. Air limpasan dari bak pengendap awal
dialirkan ke kolam aerasi melalui satu pipa dan dihembus dengan udara
sehingga mikroorganisma bekerja menguraikan bahan organik yang ada
di air limbah. Dari bak bak aerasi air limbah dialirkan ke bak pengendap
akhir, lumpur diendapkan, sebagian lumpur dikembalikan ke kolam
aerasi.
Keuntungannya : Daya larut oksigen dalam air limbah lebih besar; Efisiensi proses lebih tinggi; Dan cocok untuk pengolahan air limbah dengan debit kecil untuk
polutan organik yang susah terdegradasi
Gambar 4.4. Aeration tank
4.5. Teknologi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit
Sampah dan limbah rumah sakit adalah semua sampah dan limbah yang
dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya.
Secara umum sampah dan limbah rumah sakit dibagi menjadi dua
kelompok besar yaitu sampah atau limbah klinis dan non klinis baik padat
maupun cair. Selain sampah klinis, dari kegiatan penunjang rumah sakit
juga menghasilkan sampah non klinis atau dapat disebut juga sampah non
medis. Sampah non medis ini bisa berasal dari kantor/administrasi kertas,
unit pelayanan (berupa karton, kaleng, botol), sampah dari ruang pasien,
sisa makanan buangan; sampah dapur (sisa pembungkus, sisa
makanan/bahan makanan, sayur dan lain-lain). Limbah cair yang
dihasilkan rumah sakit mempunyai karakteristik tertentu baik fisik, kimia
dan biologi. Limbah rumah sakit bisa mengandung bermacam-macam
mikroorganisme, tergantung pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan
yang dilakukan sebelum dibuang dan jenis sarana yang ada (laboratorium,
klinik dan lain-lain). Tentu saja dari jenis-jenis mikroorganisme tersebut
ada yang bersifat pathogen. Limbah rumah sakit seperti halnya limbah lain
akan mengandung bahan-bahan organik dan anorganik, yang tingkat
kandungannya dapat ditentukan dengan uji air kotor pada umumnya
seperti BOD, COD, pH, mikrobiologik, dan lain-lain
Pengolalaan limbah rumah sakit yang sudah lama diupayakan dengan
menyiapkan perangkat lunaknya yang berupa peraturan-peraturan,
pedoman-pedoman dan kebijakan-kebijakan yang mengatur pengolahan
dan peningkatan kesehatan di lingkungan rumah sakit. Disamping
peraturan-peraturan tersebut secara bertahap dan berkesinambungan
Departemen Kesehatan terus mengupayakan dan menyediakan dana
untuk pembangunan ini instalasi pengolalaan limbah rumah sakit melalui
anggaran pembangunan maupun dari sumber bantuan dana dan lainnya.
Dengan demikian sampai saat ini sebagai rumah sakit pemerintah telah
dilengkapi dengan fasilitas pengolalaan limbah, meskipun perlu untuk
disempurakan. Namun disadari bahwa pengolalaan rumah sakit masih
perlu ditingkatkan permasyarakatan terutama di lingkungan masyarakat
rumah sakit. Kualitas limbah ( efluen ) rumah sakit yang akan dibuang ke
badan air atau lingkungan harus memenuhi persyaratan baku mutu efluen
sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor KEP-58/MEN- LH/12/1995 atau peraturan daerah setempat. (Asmadi, 2012 )
1. Tata Laksana Pengelolaan Limbah Medis
Limbah cair harus dikumpulkan dalam container yang sesuai dengan
karakteristik bahan kimia dan radiologi, volume, dan prosedur penanganan
dan penyimpanannya.
a) Saluran pembuangan limbah harus menggunakan sistem saluran
tertutup, kedap air, dan limbah harus mengalir dengan lancar, serta
terpisah dengan saluran air hujan.
b) Rumah sakit harus memiliki instalasi pengolahan limbah cair sendiri
atau bersama-sama secara kolektif dengan bangunan di sekitarnya
yang memenuhi persyaratan teknis, apabila belum ada atau tidak
terjangkau sistem pengolahan air limbah perkotaan.
c) Perlu dipasang alat pengukur debit limbah cair untuk mengetahui
debit harian limbah yang dihasilkan.
d) Air limbah dari dapur harus dilengkapi penangkap lemak dan
saluran air limbah harus dilengkapi/ditutup dengan gril.
e) Air limbah yang berasal dari laboratorium harus diolah di IPAL bila
tidak mempunyai IPAL harus dikelola sesuai kebutuhan yang
berlaku melalui kerjasama dengan pihak lain atau pihak yang
berwenang.
f) Frekuensi pemeriksaan kualitas limbah cair terolah (efluent)
dilakukan setiap bulan sekali untuk swapantau dan minimal 3 bulan
sekali uji petik sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
g) Rumah sakit yang menghasilkan limbah cair yang mengandung atau
terkena zat radioaktif, pengolalaannya dilakukan sesuai ketentuan
BATAN ( Badan Tenaga Atom Nasional ).
h) Parameter radioaktif diberlakukan bagi rumah sakit sesuai dengan
bahan radioaktif yang dipergunakan oleh rumah sakit rumah sakit
yang bersangkutan.
2. Pengolahan limbah cair rumah sakit
Limbah cair yang dihasilkan dari sebuah rumah sakit umumnya
banyak mengandung bakteri, virus, senyawa kimia, dan obat-obatan
yang dapat membahayakan bagi kesehatan masyarakat sekitar rumah
sakit, limbah dari laboratorium paling perlu diwaspadai. Bahan-bahan
kimia yang digunakan dalam proses uji laboratorium tidak bisa
diuraikan hanya dengan aerasi atau activated sludge. Guna
meningkatkan mutu lingkungan dan sanitasi di rumah sakit atau
tempattempat umum lainnya maka perlu dibuatkan IPAL yang baik dan
teruji prosesnya. Dengan proses yang baik diharapkan mutu air limbah
yang dikeluarkan oleh rumah sakit dapat mencapai standar yang
ditetapkan oleh KEP No.58/MENLH/12/1995 tentang Baku Mutu
Limbah Cair Rumah Sakit. Untuk mempercepat proses penguraian senyawa polutan atau
memperpendek waktu tinggal dapat juga dilakukan proses aerasi.
Salah satu contoh proses pengolahan air limbah dengan cara ini adalah
kolam aerasi atau kolam stabilisasi ( stabilization pond ).
3. Teknologi Proses Pengolahan Air Limbah Rumah Sakit
Teknologi proses pengolahan air limbah digunakan untuk mengolah air
limbah rumah sakit pada dasarnya hampir sama dengan teknologi
proses pengolahan untuk air limbah yang mengandung polutan organik
lainnya. Pemilihan jenis proses yang digunakan harus memperhatikan
beberapa faktor antara lain yakni kualitas limbah dan kualitas air hasil
olahan yang diharapkan, jumlah air limbah, lahan yang tersedia dan
yang tak kalah penting yakni sumber energi yang tersedia. Beberapa
teknologi proses pengolahan air limbah rumah sakit yang sering
digunakan yakni antara lain : proses lumpur aktif ( activated sludge
process ), RBC , proses aerasi kontak ( contact aeration process ), proses
pengolahan dengan biofilter “ Up Flow “, serta proses pengolahan
dengan system “ biofilter anaerobaerob “.(Asmadi, 2012 )
4. Sistem Pengolahan Limbah Cair Di Rumah Sakit
Sistem pengolahan limbah cair di rumah sakit terdiri dari tiga jenis,
yaitu sistem tangki septic, sistem biologi aerobic, dan sistem biologi
anaerobic. Sistem tangki septic Tangki septic digunakan untuk
menampung dan mengolah air limbah yang berasal dari wc, kamar
mandi, ruang bersalin, ruang perawatan, dan lain-lain. Sebaiknya
limbah cair medis dan limbah cair nonmedis dipisahkan dengan
mempergunakan sewerage system untuk memudahkan pengelolaannya
dan agar tidak mencemari lingkungan. Sistem biologi aerobic Sistem
biologi aerobic yang dapat digunakan untuk limbah rumah sakit adalah
sistem waste oxidation ditch treatment ( kolam oksidasi air limbah ).
Sistem ini digunakan untuk mengolah air limbah dari rumah sakit yang
terletak di tengah kota karena tidak memerlukan lahan yang luas.
Kolam oksidasiya sendiri dibuat bulat atau elips. Dalam sistem ini, air
limbah dialirkan secara berputar ke kolam-kolam oksidasi agar ada
kesempatan lebih lama berkontak dengan oksigen dari udara. Setelah
itu, air limbah dialirkan ke dalam sedimentation tank untuk
pengendapan benda-benda padat atau lumpur lainnya. Air yang sudah
tampak jernih dialirkan ke bak khlorinasi sebelum dibuang ke dalam
sungai atau badan air lainnya. Lumpur yang mengendap diambildan
dikeringkan pada sludge drying bed. Ada beberapa komponen di dalam
system kolam oksidasi ini, antara lain pump ( pompa air kotor) ,
oxidation ditch ( kolam oksidasi ), sedimentation tank ( bak pengedapan
), chlorination tank ( bak khlorinasi ), sludge drying bed ( tempat
mengeringkan lumpur, biasanya 1-2 petak ), dan control room ( ruang
pengendali). Sistem biologi anaerobic Terdapat dua sistem biologi
anaerobik yang dapat digunakan untuk membuang atau
memusnahkan limbah rumah sakit, antara lain : a. Waste stabilization
pond system ( kolam stabilisasi air limbah ) Sistem ini memerlukan
lahan luas dan biasanya dianjurkan untuk rumah sakit diluar kota
yang masih memiliki lahan yang luas. Sistem kolam stabilisasi air
limbah terdiri dari bagian-bagian yang cukup sederhana, yaitu sump
pump, stabilization pond ( biasanya 2 ), bak khlorinasi, control room,
inlet, interconnection antara 2 kolam stabilisasi, dan outlet dari kolam
stabilisasi menuju sistem khlorinasi. b. Anaerobic filter treatment
system Sistem pengolahan air limbah ini dilakukan dengan
memanfaatkan proses pembusukan anaerobik melalui suatu filter.
Disini, air limbah sebelumnya telah menjalani pra-pengolahan septik
tank. Dari proses ini biasanya akan dihasilkan efluent yang
mengandung zat-zat asam organik yang memerlukan klor lebih banyak
untuk proses oksidasinya. Dengan demikian, sebelum dialirkan ke
dalam bak khlorinasi, effluent ditampung dahulu dalam bak stabilisasi
untuk memberikan kesempatan oksidasi zatzat tersebut di atas,
sehingga jumlah klorin yang dibutuhkan pada proses khlorinasi
berkurang. (Chandra,2006 )
5. Dampak Limbah Rumah Sakit
Dampak pembuangan air limbah Air limbah yang tidak menjalani
pengolahan yang benar tentunya dapat menimbulkan dampak yang
tidak diinginkan.
Dampak tersebut, antara lain :
1. Kontaminasi dan pencemaran pada air permukaan dan badan-badan
air yang digunakan oleh manusia.
2. Mengganggu kehidupan dalam air, mematikan hewan dan tumbuhan
air.
3. Menimbulkan bau ( sebagai hasil dekomposisi zat anaerobik dan zat
anorganik).
4. Menghasilkan lumpur yang dapat mengakibatkan pendangkalan air
sehingga terjadi penyumbatan yang dapat menimbulkan banjir.
(Chandra,2006 )
6. Dampak Limbah Medis Pada Kesehatan Masyarakat
Limbah yang dihasilkan rumah sakit dapat membahayakan kesehatan
masyarakat, yaitu limbah berupa virus dan kuman yang berasal dari
laboratorium virologi dan mikrobiologi yang sampai saat ini belum ada
alat penangkalnya sehingga sulit untuk dideteksi. Limbah cair dan
limbah padat yang berasal dari rumah sakit dapat berfungsi sebagai
media penyebaran gangguan atau penyakit bagi para petugas,
penderita maupun masyarakat. Gangguan tersebut dapat berupa
pencemaran udara, pencemaran air, tanah, pencemaran makanan dan
minuman. Pencemaran tersebut merupakan agen-agen kesehatan
lingkungan yang dapat mempunyai dampak besar terhadap manusia.
Limbah rumah sakit, khususnya limbah medis yang infeksius, belum
dikelola dengan baik. Sebagian besar pengelolaan limbah infeksius
disamakan dengan limbah noninfeksius. Selain itu, kerap bercampur
limbah medis dan nonmedis. Pencampuran tersebut justru
memperbesar permasalahan lombah medis. Limbah rumah sakit bisa
mengandung bermacam-macam mikroorganisme bergantung pada
jenis rumah sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum
dibuang. Limbah cair rumah sakit dapat mengandung bahan organik
dan anorganik yang umumnya diukur dan parameter BOD,COD,TSS,
dan lain-lain. Sedangkan limbah padat rumah sakit terdiri atas
sampah mudah membusuk, sampah mudah terbakar, dan lain-lain.
Limbah medis tersebut kemungkinan besar mengandung
mikroorganisme pathogen atau bahan kimia beracun berbahaya yang
menyebabkan penyakit infeksi dan dapat tersebar ke lingkungan
rumah sakit yang disebabkan oleh teknik pelayanan kesehatan yang
kurang memadai, kesalahan penanganan bahan-bahan terkontaminasi
dan peralatan, serta penyediaan dan pemeliharaan sarana sanitasi
yang masih buruk. Ada beberapa kelompok masyarakat yang
mempunyai resiko untuk mendapat gangguan karena buangan rumah
sakit. Pertama, pasien yang datang ke rumah sakit untuk memperoleh
pertolongan pengobatan dan perawatan rumah sakit. Kelompok ini
merupakan kelompok yang paling rentan. Kedua, karyawan rumah
sakit dalam melaksanakan tugas sehari-harinya selalu kontak dengan
orang sakit yang merupakan sumber agen penyakit. Ketiga,
pengunjung/pengantar orang sakit yang berkunjung ke rumah sakit,
resiko terkena gangguan kesehatan akan semakin besar. Keempat,
masyarakat yang bermukim di sekitar rumah sakit, lebih-lebih lagi bila
rumah sakit membuang hasil buangan rumah sakit tidak sebagaimana
mestinya ke lingkungan sekitarnya. Akibatnya adalah mutu lingkungan
menjadi turun kualitasnya, dengan akibat lanjutannya adalah
mmenurunnya derajat kesehatan masyarakat di lingkungan tersebut.
Oleh karena itu, rumah sakit wajib melaksanakan pengelolaan
buangan rumah sakit yang baik dan benar dengan melaksanakan
kegiatan sanitasi rumah sakit.
7. Dampak negatif pengelolaan limbah rumah sakit terhadap lingkungan
Dampak yang ditimbulkan limbah rumah sakit akibat pengelolaannya
yang tidak baik atau tidak saniter terhadap lingkungan dapat berupa :
a. Merosotnya mutu lingkungan rumah sakit yang dapat
mengganggu dan menimbulkan masalah kesehatan bagi
masyarakat yang tinggal di lingkungan rumah sakit maupun
masyarakat luar.
b. Limbah medis yang mengandung berbagai macam bahan kimia
beracun, buangan yang terkena kontaminasi serta benda-benda
tajam dapat menimbulkan gangguan kesehatan berupa
kecelakaan akibat kerja atau penyakit akibat kerja.
c. Limbah medis yang berupa partikel debu dapat menimbulkan
pencemaran udara yang akan menyebabkan kuman penyakit
menyebar dan mengkontaminasi peralatan medis ataupun
peralatan yang ada.
d. Pengelolaan limbah medis yang kurang baik akan menyebabkan
estetika lingkungan yang kurang sedap dipandang sehingga
mengganggu kenyamanan pasien, petugas, pengunjung serta
masyarakat sekitar. Limbah cair yang tidak dikelola dengan baik
dapat menimbulkan pencemaran terhadap sumber air
(permukaan tanah) atau lingkungan dan mejadi media tempat
berkembangbiaknya mikroorganisme pathogen, serangga yang
dapat menjadi transmisi penyakit terutama kholera, disentri,
Thypus abdominalis. (Asmadi, 2012)